Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Bojonegoro menggelar Sekolah Lapang Iklim (SLI) secara serentak di 28 kecamatan pada Kamis (28/8/2025). Kegiatan ini dibuka oleh Zaenul Ma’arif, Kepala Bidang SDM dan Pembiayaan DKPP, yang menekankan pentingnya kesiapan petani menghadapi dampak perubahan iklim.

Dalam sambutannya, Zaenul menegaskan bahwa pemberdayaan masyarakat dan petani harus menjadi fokus utama. “Kami ingin memastikan dukungan kepada petani diberikan secara berkelanjutan, baik kepada pelaku tradisional maupun modern, agar mata pencaharian mereka semakin kuat,” ujarnya.

Zaenul juga menyoroti pentingnya integrasi antara pendidikan dan praktik di lapangan. Menurutnya, sekolah lapang menjadi sarana untuk menyelaraskan teori dengan kenyataan yang dihadapi petani sehari-hari. “Ilmu pertanian harus mudah diakses dan bisa langsung diterapkan oleh masyarakat,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia merujuk pada prioritas nasional terkait ketahanan pangan dan adaptasi perubahan iklim, terutama periode 2025–2026 yang dinilai krusial. Zaenul mengingatkan bahwa upaya penguatan kelembagaan dan manajemen risiko bencana telah dilakukan sejak 2016–2017, dan kini harus dilanjutkan dengan kesiapsiagaan yang lebih matang.

“Koordinasi antar lembaga, masyarakat, dan dunia pendidikan sangat dibutuhkan. Ini bukan hanya soal kebijakan, tapi juga soal membangun ketangguhan pertanian di tengah perubahan iklim,” tegasnya.

Dari hasil pembahasan, beberapa langkah strategis ditetapkan, antara lain:

  • Meningkatkan kerja sama antara organisasi masyarakat, lembaga pendidikan, dan pelaku pertanian;

  • Memprioritaskan pelatihan yang menghubungkan teori dengan praktik lapangan;

  • Serta menyesuaikan inisiatif lokal dengan kebijakan nasional pada 2025–2026 yang berkaitan dengan perubahan iklim dan ketahanan pangan.


Narasumber Bahas Dampak Perubahan Iklim

Acara SLI ini juga menghadirkan narasumber Dr. Moses Glorino Rumambo Pandin dari Universitas Airlangga. Dalam paparannya berjudul “Dampak Kebencanaan Perubahan Iklim terhadap Pertanian dan Petani”, ia menekankan bahwa perubahan iklim global bukan hanya soal meningkatnya suhu bumi, tetapi juga membawa konsekuensi nyata terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat, khususnya petani.

“Perubahan iklim meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir, kekeringan, hingga angin puting beliung. Bagi sektor pertanian, kondisi ini menyebabkan gagal panen, menurunnya produktivitas, dan melemahkan ketahanan pangan,” ungkapnya.

Data proyeksi yang dipaparkan dalam forum tersebut menunjukkan bahwa iklim ekstrem berpotensi mengganggu siklus tanam. Curah hujan yang tidak menentu membuat petani sulit memprediksi waktu tanam dan panen, sementara suhu yang meningkat memperbesar risiko serangan hama dan penyakit tanaman.


Kerangka Global untuk Risiko Bencana

Selain menyoroti dampak langsung, forum ini juga menyinggung pentingnya Kerangka Kerja Sendai untuk Pengurangan Risiko Bencana 2015–2030. Dokumen global tersebut menekankan strategi mengurangi kerugian akibat bencana dengan memperkuat kesiapsiagaan masyarakat, termasuk kelompok rentan seperti petani.

“Petani jangan hanya dipandang sebagai korban bencana, tetapi harus diberdayakan sebagai garda depan mitigasi iklim. Pengetahuan lokal mereka sangat penting jika dikombinasikan dengan teknologi ramalan cuaca modern,” jelas Dr. Moses.


Saran dan Solusi: Dari Edukasi hingga Diversifikasi

Di sesi akhir, forum menyampaikan sejumlah rekomendasi yang dapat menjadi pegangan bagi pemerintah maupun petani. Di antaranya adalah:

  1. Peningkatan kapasitas petani melalui edukasi iklim – pelatihan rutin agar petani mampu memahami dan menggunakan informasi cuaca.

  2. Pemanfaatan teknologi ramalan iklim – aplikasi prakiraan cuaca berbasis satelit yang bisa diakses petani untuk menentukan waktu tanam dan panen.

  3. Diversifikasi tanaman – mendorong petani menanam komoditas alternatif yang lebih tahan terhadap perubahan iklim.

  4. Penguatan kerja sama lintas sektor – sinergi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat tani untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.


Harapan ke Depan

Melalui pelaksanaan SLI di 28 kecamatan ini, DKPP Bojonegoro berharap petani dapat memperkuat kapasitas adaptasi mereka terhadap iklim yang kian dinamis. Sinergi pemerintah, akademisi, lembaga pendidikan, serta masyarakat tani diyakini mampu membangun sistem pertanian yang tangguh, berkelanjutan, dan selaras dengan tantangan masa depan.


By Admin
Dibuat tanggal 28-08-2025
204 Dilihat
Bagaimana Tanggapan Anda?
Sangat Puas
33 %
Puas
37 %
Cukup Puas
5 %
Tidak Puas
26 %