dinperta.bojonegorokab.go.id Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bojonegoro bersama BMKG Stasiun Klimatologi Jawa Timur kembali menyelenggarakan Sekolah Lapang Iklim (SLI) pada kamis (11/09/2025). Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari BMKG dengan materi seputar Neraca Air Lahan dan Ragam Informasi Cuaca–Iklim yang diikuti oleh perwakilan petani dari berbagai kecamatan.

Kepala Bidang SDM dan Pembiayaan DKPP, Zaenul Ma’arif, dalam sambutannya menekankan pentingnya pemahaman iklim bagi sektor pertanian. “Sekolah Lapang Iklim merupakan metode penyuluhan berbasis pengalaman lapangan, partisipatif, dan pemecahan masalah. Cuaca memengaruhi hampir semua aspek kegiatan pertanian. Perubahan ekstrem bisa menghambat pertumbuhan tanaman atau bahkan menyebabkan gagal panen,” ujarnya.

Menurutnya, musim tanam dan panen kini semakin bergantung pada pola cuaca musiman. Perubahan datangnya musim hujan atau kemarau, baik yang lebih awal maupun terlambat, dapat mengganggu siklus pertanian. Selain itu, faktor ketersediaan air dari curah hujan sangat menentukan keberhasilan irigasi. “Aktivitas pemupukan, penyemprotan pestisida, hingga panen sangat dipengaruhi kondisi cuaca. Karena itu, petani harus memahami dengan baik data yang tersedia dari BMKG, termasuk cara menghitung neraca air,” tambah Zaenul.

Dalam kegiatan ini, Anung Suprayitno, S.Si, M.Ling. menyampaikan materi mengenai Neraca Air Lahan, yaitu perhitungan ketersediaan air tanah untuk membantu petani menentukan jadwal tanam, kebutuhan irigasi, dan jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan. Informasi ini penting agar petani mampu mengantisipasi periode kering maupun basah sehingga produktivitas tetap terjaga.

Dalam paparannya, Anung menekankan beberapa manfaat praktis neraca air bagi petani, antara lain:

  • Membantu menentukan jadwal tanam dan panen sesuai ketersediaan air.

  • Mengatur kebutuhan irigasi, baik jumlah maupun waktu pemberian, sehingga efisien dan tidak boros air.

  • Menentukan jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi iklim setempat, khususnya pada lahan tadah hujan.

Ia juga memperkenalkan konsep kapasitas lapang (KL), yaitu kondisi tanah yang jenuh air namun masih optimal bagi pertumbuhan tanaman, serta titik layu permanen (TLP), yaitu kondisi ketika tanaman tidak dapat lagi memanfaatkan air tanah. Perbedaan antara KL dan TLP inilah yang menjadi acuan untuk mengetahui air tersedia (ATi) bagi tanaman.

Selain teori, peserta juga diajak mempelajari tahapan perhitungan neraca air, mulai dari mengisi data curah hujan, evapotranspirasi, hingga menghitung defisit dan surplus. Contoh kasus dan simulasi perhitungan turut diberikan agar petani lebih mudah memahami aplikasi neraca air di lahan mereka masing-masing.

Sementara itu, Meilani, S.Si menjelaskan tentang Ragam Informasi Cuaca–Iklim, mulai dari prakiraan musim, buletin bulanan, hingga informasi dasarian. Petani diajak untuk memahami cara membaca peta curah hujan, menentukan awal musim hujan maupun kemarau, serta menafsirkan sifat hujan sebagai dasar pengambilan keputusan di lapangan.

Kholista menjelaskan berbagai produk informasi yang rutin diterbitkan BMKG, antara lain:

  • Prakiraan Musim: prediksi awal musim hujan atau kemarau serta sifat hujannya (atas normal, normal, atau bawah normal).

  • Buletin Bulanan: berisi dinamika atmosfer dan prediksi curah hujan 3–6 bulan ke depan.

  • Informasi Dasarian (setiap 10 hari): memuat kondisi curah hujan dan prediksi untuk periode singkat, yang sangat berguna bagi petani dalam menentukan aktivitas harian di sawah.

  • Informasi Harian: berupa data cuaca aktual, termasuk hujan, suhu, dan angin

Peserta juga diajarkan cara membaca peta prakiraan hujan dan peta iklim. Misalnya, dengan mengenali warna pada peta dan mencocokkannya dengan legenda, petani dapat mengetahui apakah wilayah mereka diprediksi mengalami hujan lebat, sedang, atau justru kering. Selain itu, Kholista memperkenalkan konsep zona musim (ZOM), yaitu pembagian wilayah berdasarkan pola hujan yang tidak selalu sama dengan batas administrasi kabupaten.

Di akhir kegiatan, peserta juga mengikuti praktik membaca data iklim dan simulasi perhitungan sederhana, sehingga ilmu yang diperoleh dapat langsung diaplikasikan. Zaenul Ma’arif berharap seluruh peserta dapat menerapkan hasil pembelajaran SLI di lahan masing-masing. “Pembelajaran berikutnya juga harus diikuti dengan seksama, agar bila ada pertanyaan bisa langsung terjawab oleh pemateri,” pungkasnya.


By Admin
Dibuat tanggal 11-09-2025
124 Dilihat
Bagaimana Tanggapan Anda?
Sangat Puas
33 %
Puas
37 %
Cukup Puas
5 %
Tidak Puas
26 %