Desa Karangdayu merupakan Desa yang terletak di Kecamatan Baureno Kabupaten Bojonegoro. Desa Karangdayu merupakan salah satu Desa penghasil tanaman padi yang cukup besar dengan luas lahan pertanian seluas 389 ha yang terdiri dari  luas lahan sawah 333 ha dan lahan Tegal 56 ha.

Produksi dari lahan pertanian untuk tanaman padi mencapai 8 – 9 ton/ha, angka tsb merupakan angka yang dihasilkan oleh lahan yang memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Namun sayang produksi tsb hanya bisa dilakukan 2 kali dalam setahun, yaitu di MT I dan MT II sedangkan di MT III pada saat musim penghujan  lahan sawah biasanya tidak ditanami atau sering dikatakan dengan istilah  Bero, hal ini dikarenakan pada MT III  lahan sawah selalu tergenang air (banjir) akibat luapan Sungai Bengawan Solo, hal  ini merupakan suatu permasalahan yang dihadapi oleh Petani desa Karangdayu .

Mengingat permasalahan tersebut perlu dicarikan solusi supaya lahan sawah di MT III tidak Bero, sehingga petani di desa Karangdayu yang semula hanya panen 2 kali dalam setahun bisa panen sampai 3 kali. Dengan demikian  pendapatan Petani akan meningkat dan petani lebih sejahtera serta dapat membantu Program Pemerintah untuk  mewujudkan Swasembada Pangan.

Teknologi sawah Apung (floating rice tecnologi) merupakan salah solusi untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh petani desa Karangdayu di musim penghujan ( MT III ) Tanam sistem Padi Apung merupakan suatu sistem budidaya pertanian dengan cara menanam padi diatas permukaan air. Menanan padi menggunakan sistem  Apung memiliki beberapa kelebihan dan dan kekurangan/kendala.

Kelebihan dari Tanam Padi Apung adalah :

  1. Menjadikan lahan tidak produktif menjadi produktif selama satu musim tanam, di MT III.
  2. Menghemat biaya karena dengan sistem Tanam Padi Apung petani tidak perlu membajak lahan, tidak membutuhkan penyiraman  air yang biasanya melalui saluran irigasi, dan tidak membutuhkan perawatan untuk menyiangi rumput.
  3. Terbebas dari ancaman kekurangan air (kekeringan).
  4. Memberdayakan petani guna meningkatkan kesejahteraan dari petani itu sendiri.

Kekurangan dari Tanam Padi Apung adalah :

  1. Petani menganggap Tanam Padi sistem Apung ribet dan merepotkan karena harus membuat rakit terlebih dahulu.
  2. Petani menganggap Tanam Padi sistem Apung membutuhkan biaya yang besar dalam pembuatan rakit sebagai media tanam.

Kelemahan yang ada pada Tanam Sistem Apung hanya terletak pada biaya pembuatan rakit yang dianggap terlalu besar oleh petani. Sebenarnya kelemahan tersebut bisa diatasi dengan Sistem Mina Padi, yaitu suatu bentuk usaha tani padi yang dipadukan dengan tanam ikan dengan memanfaatkan genangan air yang ada. Dengan demikian biaya yang dikeluarkan untuk pembuatan rakit akan terbantu pada saat panen ikan.

Menanam padi diatas permukaan air merupakan suatu metode tanam yang baru diketahui oleh Petani desa Karangdayu. Tanam Padi Apung pada saat ini diuji cobakan oleh 5 Dosen dari Universitas Negeri Solo (UNS) yang sedang melakukan penelitian.Penelitian ini dibantu oleh  Koordianator Penyuluh Pertanian Kecamatan Baureno dan Penyuluh Pertanian Desa Karangdayu.

Dengan adanya percontohan tanam Padi apung di desa Karangdayu, diharapkan dapat menginpirasi Petani dan menjadikan solusi tanam padi pada musim penghujan (MT III) di desa Karangdayu dan desa sekitarnya yang menjadi langganan banjir dimusim penghujan.

 

Penulis

Enny Wahyuningsih,STp.

THL-TBPP.

Penyuluh Pertanian Ds Karangdayu Kec Baureno Kab Bojonegoro.


By Admin
Dibuat tanggal 23-08-2019
4008 Dilihat
Bagaimana Tanggapan Anda?
Sangat Puas
26 %
Puas
45 %
Cukup Puas
3 %
Tidak Puas
26 %