Pagi ini (Ahad, 21/04/2019) aku tandur Inpari 32 HDB (lagi) untuk Musim Kemarau (MK) tahun ini. Yang tandur pastinya bukan aku tetapi regu tanam yang biasa tanam di sawahku. Tugasku sebagai tukang tempah setelah kemarin ikut juga mbaboni.

Aslinya di MK ini aku ingin sekali menanam Inpari 42 GSR. Benih sudah aku siapkan dari kawasan Kanor. Tetapi karena sesuatu hal akhirnya tidak jadi, tetapi tidak apa-apalah, hitung-hitung nemani tetangga sawahku yang "baru mau" menanam Inpari 32 HDB setelah tahu produktivitasnya unggul di Musim Hujan (MH) kemarin dan tahan/toleran penyakit Kresek juga Potong leher.


Petani tetangga sawahku yang satu ini memang termasuk golongan "penerap akhir" pada inovasi pertanian kususnya Varietas Unggul Baru (VUB). Tahun 2010 yang lalu saat aku "mengajak" menanam VUB Inpari 13 dia hanya tersenyum saja. Tahun 2012 saat aku "ajak" lagi menanam Inpari Sidenuk lagi-lagi dia hanya tersenyum. Demikian juga di tahun 2014 dan 2015 saat aku "ajak" menanam Inpari 30 Ciherang Sub 1 dan Inpari 33 WBC senyumnya dikeluarkan lagi. Aku tidak menyerah, tahun 2017 aku "ajak" coba Inpari 32 HDB ternyata tidak berhasil juga, he he.

Musim Kemarau (MK) 2019 ini ternyata dia "baru mau" menerima Inpari 32 HDB, padahal aku tidak mengajak-ngajak lagi. Aku merasa senang dan terharu. Dia mau migrasi ke Inpar 32 HDB karena hasil panenya di MH kemarin menurun. Memang sejak awal saya amati tandurnya terkena serangan jamur Pyricularia Oryzae mulai fase vegetatif lumayan banyak. Begitulah petani, seeing is beleiving, melihat baru percaya.

Di MH kemarin petani yang menanam Inpari 32 HDB banyak yang merasa senang karena hasil panenya meningkat. Ada kabar dari kawan petani dari kawasan Purwosari hasilnya meningkat 30-45%. Musim yang sama tahun lalu luasan 1,2 hektar mendapat hasil panen 8500 kilogram, musim ini mendapatkan 12312 kilogram. Tetapi ada kawan petani dari Sumberrejo memberi kabar hasilnya stagnan. Ada juga yang tandurnya roboh menjelang panen tanpa ada angin kencang dan hujan deras. Ini kemungkinan besar oleh penyakit Busuk batang (stem rot), perlu ada pengamatan lebih lanjut. Demikian juga yang menanam Inpari 42 GSR ada peningkatan hasil panen yang tinggi. Kabar dari kawan petani Kepohbaru meningkat 30% dibanding tahun lalu.

Persebaran Inpari 32 HDB memang sangat cepat bila dibanding VUB lainya. Demikian juga Inpari 42 GSR. Di Bojonegoro sekarang sepertinya sudah merata kususnya yang Inpari 32 HDB. Pernah aku mencoba cek, di kios pertanian kecil ternyata sudah tersedia.

Sebagai VUB kedua varietas ini memang layak ditanam petani, karena selain produktivitas tinggi juga tahan/toleran dari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dan cekaman iklim.

Inpari 32 HDB tahan/toleran dari serangan Hawar Daun Bakteri (HDB), petani sini menyebut hama Kresek atau Lodoh. Umurnya 118 HSS. Tinggi tanaman 97 cm. Kadar amilosa 23,46%. Berat 1000 butir 27,1 gram. Rerata 6,30 ton/ha GKG. Potensi hasil 8,42 ton/ha GKG.

Inpari 42 GSR mendapat julukan varietas amfibi yang tahan/toleran genangan dan kekeringan. Umurnya 112 HSS. Tinggi tanaman 93 cm. Kadar amilosa 18,84%. Berat 1000 butir 24,41 gram. Rerata 7,11 ton/ha GKG. Potensi hasil 10,58 ton/ha GKG. Keunggulan lainya bisa baca tulisan saya di blokBojonegoro.com.

Iskak Riyanto, PPL Disperta Bojonegoro.


By Admin
Dibuat tanggal 23-04-2019
1387 Dilihat
Bagaimana Tanggapan Anda?
Sangat Puas
26 %
Puas
45 %
Cukup Puas
3 %
Tidak Puas
26 %